Viva-Bola dot Com | Latest News | Preview | Prediksi | EURO 2012

Persiwa Terkendala Beaya Transportasi Yang Mahal

Persiwa
Persiwa Wamena merupakan salah satu klub sepakbola di Indonesia yang memiliki jarak paling jauh ketimbang klub-klub lainnya di tanah air. Sehingga klub yang didirikan pada 1925 itu harus merogoh kocek dalam-dalam saat akan menjalani laga tandang.

Sebagai ilustrasi, apabila Persiwa akan melakoni laga tandang maka mereka harus transit ke Bandara Sentani terlebih dulu. Lalu kemudian transit ke Kota Makassar atau Denpasar. Setelah itu baru lanjut ke kota yang dituju.

"Saya untuk level Divisi Utama minimal Rp 5 miliar. Alokasi terbesar adalah untuk transportasi, itu bisa sampe Rp 3 miliar selama satu musim dua putaran," ujar Manajer Persiwa, Agus Santoso saat dihubungi Bola.net, Jumat (22/4).

Agus mengungkapkan, alokasi dana transportasi tersebut sangat besar lantaran Persiwa tidak bisa menggunakan jalur darat pada saat akan menjalani laga tandang. Hal itu tentu berbeda dengan klub-klub sepakbola dari pulau jawa yang bisa menggunakan transportasi bus.

"Kami selalu menggunakan pesawat, itu yang membuat mahal," ungkap Agus.

Kendala itulah yang membuat Persiwa memilih untuk absen pada ajang Indonesia Soccer Championship (ISC) B 2016. Meskipun PT Gelora Trisula Semesta (GTS) selaku operator ISC bakal memberikan dana subsidi Rp400 juta untuk klub peserta ISC B.

"Rp 400 juta sangat tidak cukup bagi kami, karena kami transportasi semuanya pesawat," Agus mengakhiri. (fit/dzi)
Read More

Arema Bakal Libas si Jago Kandang Persib Bandung

Persiwa
Bintang muda Indonesia yang kini menjalani program pengembangan di RCD Espanyol B, Evan Dimas Darmono memprediksi Arema Cronus tampil sebagai juara dalam turnamen Torabika Bhayangkara Cup 2016.

Evan memilih Arema karena faktor materi yang dinilai lebih lengkap. Arema memiliki pemain berkualitas di semua lini. Kemampuan pemain pelapis Singo Edan juga hampir sama dengan pemain intinya.

Kelebihan inilah yang tak dimiliki Persib. Bagi Evan, dengan melimpahnya stok pemain berkualitas memudahkan pelatih Arema Milomir Seslija untuk merancang sebuah strategi yang ia inginkan.

Konsistensi Arema di turnamen pramusim sejauh ini juga menjadi keunggulan tersendiri. Menurut Evan, hanya tim bermental juara yang sanggup melakukannya. "Tidak ada yang meragukan Arema. Mereka punya segalanya untuk meraih hasil maksimal," ujar Evan kepada bola.com melalui jaringan WhatsApp.

Lini depan Arema juga dianggap paling berbahaya dibanding lainnya, termasuk Persib. Keberadaan Samsul Arif di kubu Persib diyakini tak akan membuat Arema keteter. Sebab Arema sangat mengenal kelebihan mangan pemainnya itu.

"Persib memang bukan hanya Saamsul Arif. Mereka masih punya Juan Belencoso yang punya kemampuan di atas rata-rata. Tapi jika melihat ketergantungan Persib pada Samsul Arif yang cukup besar, rasanya Persib bakal kesulitan jika Samsul Arif dimatikan," katanya.

Di tangan pelatih baru, Evan melihat Arema menjadi kekuatan besar layaknya beberapa tahun silam, di mana mereka menjadi salah satu tim yang sulit dihentikan jika sudah mencapai partai puncak.

Menurut Evan, Arema juga sudah teruji dengan lebih sering bermain di luar kandang. Sebelum tampil di final turnamen ini, Singo Edan bermain di Samarinda dan Tenggarong, kemudian Gianyar, Bali.

Catatan perjalanan Arema Cronus menuju final memang kalah dibanding Persib, namun tak terkalahkan di luar kandang menjadi rekor positif yang tak dimiliki Persib Bandung yang lebih banyak memainkan laganya di depan bobotoh.
Read More

KPK Bidik Korupsi PSSI 2010-2013

Persiwa
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan bakal mengusut dugaan korupsi di tubuh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Bahkan, hal tersebut dapat dijadikan prioritas lantaran menyangkut hajat hidup orang banyak.

"Kalau misalnya ada kasus laporan masyarakat melibatkan pejabat publik, menyangkut hajat hidup orang banyak, tentu akan jadi prioritas," kata Wakil Ketua KPK La Ode M Syarief saat ditemui di kantornya.

PSSI pernah dilaporkan ke KPK oleh Komunitas Suporter Antikorupsi dengan tuduhan telah melakukan korupsi dana dari Kemenpora.

Mereka melaporkan dugaan korupsi di PSSI yang dilakukan periode 2010-2013. Ada anggaran dari Menpora yang dikucurkan ke PSSI yang hingga kini belum ada laporan pertanggungjawabannya.

Meski demikian, kata La Ode, KPK masih mengkaji laporan tersebut. Sehingga, nantinya dapat ditindaklanjuti proses pengusutannya.

"Kalau soal itu sudah memenuhi syarat untuk diperhatikan secara cepat oleh KPK. Jadi, kalau ada infonya yang cukup di KPK akan ditindaklanjuti," pungkasnya.

Dari laporan yang masuk pada Juni 2015 itu, dugaan kerugian negara berdasar hasil audit BPK tahun 2010, terdapat penyimpangan dalam bantuan Kemenpora untuk PSSI (timnas AFF 2010) senilai Rp 20 miliar. (put/jpg)‎
Read More

Momen yang Baik untuk Menguatkan PSSI

Persiwa
Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattaliti tersangkut kasus hukum dan menjadi tersangka atas dugaan korupsi pada pembelian IPO dengan menggunakan dana hibah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur dari Pemprov Jatim sekitar Rp 5,3 milliar.

IPO adalah penawaran perdana saham oleh perusahaan yang hendak go public kepada para investor yang berminat.

" Kita berikan waktu kepada PSSI untuk menggelar rapat dengan anggota dan voter. Pengurus PSSI sebaiknya membicarakan kasus hukum La Nyalla. Apakah perlu menunjuk pejabat sementara atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Biarlah PSSI bersama anggota dan voter yang menentukannya. Kita atau Menpora jangan melakukan intervensi," ujar Aris.

Kondisi ini membuat jalannya roda aktivitas PSSI tidak baik. Untuk menyelesaikannya Ketua Umum Jakmania, Richard Achmad Supriyanto menyarankan untuk segera mengadakan rapat internal PSSI dengan mengundang voter dan anggota PSSI.

"Sebaiknya PSSI segera menggelar rapat bersama voter dan anggota untuk mengambil sikap terbaik terkait kasus hukum La Nyalla. PSSI perlu menyiapkan opsi jika ternyata La Nyalla terbukti bersalah, misalkan dengan menunjuk pejabat sementara atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Keputusan itu sepenuhnya ditentukan anggota dan voter," kata Richard.

Richard menuturkan, ini menjadi momen baik untuk menunjukan kepada publik bahwa PSSI masih kompak dan taat kepada aturan statuta untuk menyelesaikan suatu masalah.

"Ini momen yang baik untuk menguatkan posisi PSSI di saat terkena masalah yang tidak kunjung selesai. PSSI harus bisa menunjukan mampu menyelesaikan sendiri masalahnya. Sebaiknya Menpora atau pemerintah jangan ikut campur dalam penyelesaian masalah PSSI," tutur Richard.

Richard menerangkan, jika PSSI sudah berhasil menyelesaikan masalah internalnya bisa ditunjukan kepada FIFA yang saat ini sedang memantau perkembangan konflik sepakbola di Tanah Air.

"Hasil dari penyelesaian masalah internal ini bisa ditunjukan kepada FIFA. Sehingga PSSI bisa menunjukan diri sebagai federasi yang memang ingin merubah diri demi perbaikan organisasi dan sepakbola nasional. Pasalnya salah satu agenda yang akan dibicarakan dalam Kongres FIFA pada 10 Mei 2016 di Mexico," terang Richard.

Jika FIFA melihat PSSI berhasil menyelesaikan masalah internalnya, diharapkan FIFA bisa mencabut sanksi terhadap PSSI.

"FIFA sedang memantau kondisi PSSI. Maka sebaiknya PSSI mampu menunjukan bisa melampaui seluruh masalah ini dengan jalan yang baik. Apalagi jika konflik dengan Menpora pun bisa selesai juga, FIFA akan mencabut sanksinya. Ini yang kita harapkan bersama, sehingga kompetisi bisa digulirkan kembali," jelas Richard.

Rencana Kongres FIFA itu pun membuat rencana PSSI untuk menggelar rapat tahunan pada April 2016 batal dilakukan.

"Jadi menurut saya, saat ini sebaiknya PSSI fokus pada pembenahan dan penyelesaian masalah terkait kasus hukum La Nyalla. Seluruh klub dan voter berharap roda organisasi PSSI tetap berjalan seperti biasa. Permasalahan yang ada saat ini anggap saja sebagai jalan untuk perbaikan dan pembenahan federasi demi terciptanya kompetisi yang lebih berkualitas. Sehingga sepakbola kita bisa lebih berprestasi lagi, seperti yang diharapkan seluruh masyarakat Indonesia," papar Richard.

Read More

Imam Nahrawi Orang Yang Tidak Realistis

Persiwa
Pembekuan PSSI masih menemui jalan buntu. Sanksi FIFA untuk Indonesia juga tak kunjung dicabut akibat pembekuan tersebut.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sempat memberi angin segar bahwa pemerintah akan mencabut pembekuan PSSI.

Tapi ada syarat yang cukup berat. Ia meminta timnas bisa menjuarai berbagai event internasional, contohnya juara Piala AFF. Ia bahkan meminta timnas lolos babak kualifikasi Piala Dunia.

Anggota Exco Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) Firman Utina mengatakan target-target tersebut tidak realistis. Sebab kondisi sepakbola Indonesia tidak menentu dalam kurun setahun terakhir.

Liga tidak berjalan. Timnas juga tak bisa bermain dalam pertandingan internasional. Sehingga target yang dibebankan jelas tidak realistis.

"Yang realistis dan wajar saja. Timnas dibentuk juga cukup waktu, bahkan tidak cukup dalam dua tahun. Apalagi liga sekarang tidak bergulir, sekarang hanya ada turnamen," tegas Firman.

Kondisi saat ini jelas tidak ideal. Sebab tidak semua pesepakbola di Indonesia bisa bermain dalam kompetisi reguler.

Bahkan lebih banyak pemain yang akhirnya menganggur karena turnamen hanya diikuti segelintir tim. Itu karena jumlah pemain dan klub yang ikut dalam turnamen tidak seimbang.

Padahal, timnas dibentuk dari kumpulan pemain-pemain yang tampil dalam kompetisi. Sementara saat ini, turnamen demi turnamen tidak mampu mengakomodir semua pemain.

"Bagaimana (timnas) mau juara kalau banyak turnamen seperti ini. Ada pemain yang istirahat (karena tidak punya klub), ada yang mau ngejar grade fisik, jadi enggak akan dapat," jelas Firman.

Pemain Sriwijaya FC itu pun berharap konflik Menpora dan PSSI segera berakhir. Sehingga sepakbola Indonesia kembali normal. Dengan begitu, secara perlahan sepakbola Indonesia akan kembali bangkit dari keterpurukan.

(sumber: okezone)
Read More

Menanti Ketaatan Menpora Pada Hukum Negara

Persiwa
Di banyak kesempatan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah selalu mengkampanyekan bahwa semua pihak wajib taat pada aturan. Bahkan di banyak peristiwa, rakyat yang tak taat aturan selalu saja menghadapi masalah dan ujungnya pemerintah selalu memperlihatkan bahwa kebenaran (peraturan perundangan) selalu menang. Contoh paling baru adalah kasus Kalijodo, di Jakarta Barat-Utara.

Seberapa kuat pun keinginan rakyat untuk bertahan di bantaran kali itu, mereka akhirnya pasrah (taat aturan) untuk meninggalkan tanah yang memang bukan miliknya. Dan tak lupa, Gubernur DKI, Ahok mempertontonkan kehebatan pemerintah daerah dengan melibatkan aparat: Polisi dan TNI beribu jumlahnya berjaga-jaga dari kemungkinan rakyat Kalijodo melakukan makar.

Tak secuil pun perlawanan dipertontonkan oleh rakyat, mereka meninggalkan tempat yang sejak 1950-an telah mereka tempati dan memberikan kehidupan, halal atau pun tidak halal.

Masih banyak contoh di mana rakyat kecil yang notabene selalu diiming-imingi oleh janji kampanye dan belum memperoleh hak-hak mereka sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Dasar, senantiasa kalah melawan aturan hukum positif negara.

Hingga hari ini, tak ada makar dari mereka bisa hak-hak berkehidupan, berkesehatan, dan berpendidikan belum mereka peroleh. Bahkan karena patuh dan taat pada perundangan, meski tidak puas dengan hasil pemilihan presiden serta kepala daerah, toh tak ada gerakan apapun lias aman dan nyaman saja.

Menanti Pemerintah Taat
Lalu, salahkah jika kita, saya dan anda sekalian, rakyat Indonesia, juga menuntut hal yang sama? Kita menuntut dalam koridor bernegara yang baik, kita menuntut dalam khasanah musyawarah mufakat, dan kita menutut sesuai kepribadian bangsa kita yang menjunjung keluhuran atas nama kebaikan agar pemerintah juga taat aturan. Salahkah itu?

Senin, 7 Maret 2016, pemerintah dalam hal ini Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan penolakan Kasasi yang diajukan oleh Menpora Imam Nahrawi terkait Surat Pembekuan PSSI. Sebelumnya, Kemenpora kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tertinggi Tata Usaha Negara (PT TUN).

Menurut juru bicara MA, Suhadi, Menpora harus mencabut SK nomor 01307 tentang Pembekuan PSSI yang dikeluarkan Kemenpora, April tahun lalu. "Isi amar putusannya ditolak," katanya, Senin (7/3).

Itu artinya, lanjut Suhadi, putusan dua pengadilan sebelumnya dengan sendiri berlaku dan bisa dieksekusi. Yaitu, agar SK Pembekuan PSSI bernomor 01307/2015 segera dicabut oleh pemerintah. "Ya, ini sudah inkrah karena ditolak. MA juga mewajibkan Kemenpora sebagai pengaju (kasasi) membayar perkara," sambung dia.

Alih-alih mentaati perundang-undangan yang ada, Menpora justru semakin gigih mempertontonkan keseweng-wenangannya. Benar Peninjauan Kembali (PK) adalah hak dan dapat dilakukan dengan landasan hukum, tetapi itu pun harus didasari dengan novum baru atau dengan catatan ada kesalahan dalam putusan.

Namun konyolnya, Menpora justru memperlihatkan sisi lain yakni melawan hukum negara dengan terus mendorong Tim Transisi bentukannya melakukan kegiatan memanggil klub-klub anggota PSSI, Jumat (11/3).

Kalaulah Menpora ingin melawan dalam koridor berbangsa yang baik, maka ia hendaknya menghentikan aktivitas tim transisi underbow-nya itu sambil menunggu gelaran PK dipersiapkan oleh tim hukumnya.

Tapi sekali lagi, menpora memperlihatkan kekuasaan di atas segalanya. Bahkan yang lebih menyedihkan, Bibit Samad Riyanto, mantan komisioner KPK, justru ikutan asyik mengutak-atik sesuatu yang bukan haknya yakni menjalankan teknis roda organisasi, yang diberi nama kompetisi.

Tak heran jika di saat ia menjabat sebagai komisioner KPK sempat tersandung masalah dan sempat mendekam di tahanan kejaksaan. Bibit terbebas karena Presiden SBY memerintahkan Jaksa Agung untuk mendeponir kasusnya. Artinya, meski ia mengaku sebagai pendekar pemberantas korupsi, ternyata ia termasuk orang yang tak patuh hukum.

Seharusnya dengan adanya keputusan yang sudah final PK tidak mengganggu eksekusi pencabutan pembekuan atau SK 01307 batal demi hukumseharusnya Bibit tahu bahwa produk lanjutannya seperti Tim Transisi juga batal demi hukum.

Melihat kenyataan tersebut, tampaknya sekarang kita ---rakyat yang patuh hukum--- bertanya: "Siapakah yang sesungguhnya tidak taat pada aturan negara?"

Jawabnya tercermin pada perilaku di atas. Bahkan ucapan Menpora yang mengatakan bahwa PSSI makar dan melawan negara karena tidak mengindahkan dua surat peringatan sebelum dijatuhkan sangsi pembekuan, jelas tak berdasar. Wong jelas hukum tertinggi saat ini yakni Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan yang berkekuatan hukum pun tak diguburisnya, lalu siapa sebenarnya yang tak taat pada hukum di negara ini?

Kita, saya dan anda sekalian, rakyat Indonesia, harus tetap berada di jalur hukum positif. Kita harus sabar menunggu pemerintah taat pada aturan hukum negara yang sesungguhnya, kecuali pemerintah saat ini memang ingin berada di atas hukum yang ada.[*]

Sumber: M. Nigara, Wartawan Olahraga Senior
Read More